MERDEKA DI MATA GURU HONORER
Aida Anwariyatul Fuadah
Beberapa hari lalu jagad dunia maya khususnya aplikasi TikTok
ramai membahas sebuah konten yang dipublikasikan pada hari Rabu, 18/8/2021 oleh
akun @hermyyusita. Ia memposting video dengan memperlihatkan sebuah slip
gajinya tertanggal Bengkulu, 15 Agustus 2021. Pada postingannya ia juga
menambahkan kata-kata dalam videonya, “Nasib guru honorer. Kerjaan serius,
gajinya main-main,” dengan menambahkan lima emoticon menangis. Kemudian
postingan tersebut juga ditambahkan caption “Nasib guru Honor
#tugasmulia#mencerdaskananakBangsa#tolongpikirkanparapetinggiNegeri. Slip gaji
tersebut memperlihatkan gaji kotornya Rp. 315.000,00 yang kemudian dikurangi
bayar koperasi dan potongan sosial sebesar Rp. 102.000,00. Gaji bersih yang ia
terima dalam satu bulan (Agustus 2021) yaitu Rp. 213.000,00. Jumlah tersebut
sungguh sangat jauh bila dibandingkan dengan Upah Minimum Provinsi (UMP)
Bengkulu sebesar Rp. 2.215.000/bulan. Sontak postingan tersebut menjadi sorotan
berbagai pihak. Banyak netizen mengemukan kekecewaanya pada pemerintah atas
nasib guru honorer yang begitu mengkhawatirkan secara finansial.
Potret guru honorer di atas hanya satu dari dari ratusan ribu
lainnya yang sama menanti kesempatan untuk hidup lebih baik. Pasalnya untuk
mendapatkan gelar sarjana pendidikan perlu berkorban waktu dan biaya yang tak
sedikit. Setelah lulus dengan berbagai perjuangan melihat kenyataan bahwa gaji
yang didapat tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup menjadi persoalan
baru. Banyaknya lulusan sarjana pendidikan yang tak memilih pekerjaan sebagai
guru karena gaji yang jauh dari kata layak dan harus memenuhi kewajiban untuk
menafkahi keluarga. Guru honor yang mengambil berbagai pekerjaan sampingan
untuk memenuhi kehidupan keluarga tidak asing lagi terdengar. Berbagai
pekerjaan mereka geluti dan lakukan untuk tetap bertahan hidup. Dari mulai ojek
online, jualan online, jadi kurir, mengajar bimbel dan lainnya
tak segan dilakukan untuk memastikan dirinya dan keluarga tetap bisa makan dan
memenuhi kehidupan sehari-hari. Belum lagi setelah bertahun-tahun mengabdi
karena status guru honorer adalah Guru tidak tetap (GTT) setiap tahunnya harus
bersiap bila ada guru PNS mutasi atau ditugaskan ke sekolahnya karena otomatis
jam mengajar akan diberikan pada PNS yang digaji oleh pemerintah terlebih
dahulu. Apabila ada sisa jam maka itu bagian guru honorer tetapi apabila tidak
ada jam mengajar berarti guru honorer harus keluar dari sekolah tersebut.
Guru honorer memang seperti “anak tiri” dalam dunia pendidikan.
Keberadaanya dibutuhkan tetapi hak dalam segi finansial sungguh sangat jauh
berbeda dengan guru PNS. Guru PNS memiliki gaji tetap, sertifikasi, berbagai
tunjangan dan uang makan yang pasti dibayarkan meskipun tidak jarang pembayaran
dirapel di bulan berikutnya. Berbeda dengan guru honorer, dibayar perjam sesuai
jadwal mengajar tidak ada uang apapun yang menyertai pendapatan setiap
bulannya. Padahal kami sama-sama manusia memerlukan makan/uang makan tetapi itu
juga tak kami dapatkan sepeserpun. Kami harus memaksakan diri untuk merasa
cukup dengan apa yang kami dapatkan setiap bulannya. Ini bukan prihal ikhlas
dan tak ikhlas menjalaninya tetapi tentang bagaimana menghargai dan
memanusiakan manusia. Bukan pula soal pamrih dan tak pamrih tapi persoalan
untuk mengapresiasi kerja seseorang dan kemampuan seseorang yang telah
meluangkan waktu dan pemikirannya untuk bekerja dengan baik.
Pemerintah sebenarnya tak lepas tangan akan nasib guru honorer,
seperti yang disampaikan Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim, dalam Rakornas
Badan Kepegawaian Nasional (BKN) yang disiarkan melalui daring pada Kamis
(01/07/21). Ia mengatakan bahwa kesejahteraan guru honorer menjadi salah satu
PR yang harus segera ditemukan solusi untuk memperbaiki sistem pendidikan di
Indonesia. Pak Menteri menyadari bahwa hal ini merupakan masalah yang sangat
mendesak dan mulai melakukan rekruitmen guru PPPK. Namun, hal tersebut masih
dipandang belum mampu merangkul semua guru honorer, pasalnya kuota yang sedikit
dan PPPK guru kemenag yang dibatasi golongan K2 menyebabkan masih banyak guru
honorer yang harus bertahan lebih lama untuk mendapatkan kesempatan mengikuti
test PPPK.
Tidak hanya dari segi finansial, guru honorer juga terhambat
berkembang karena belum diberikan ruang untuk mengembangkan dirinya. Untuk
mendapatkan NUPTK saja perlu waktu yang tak sebentar, berbagai birokrasi harus
dilewati hanya untuk mendapatkan hak sebagai guru (tidak semua sekolah). Selain
itu, untuk mengikuti beasiswa S2 guru 2021 kemendikbud salah satu syarat
khususnya yaitu melampirkan SK PNS. Beasiswa S2 guru Madrasah memberikan
peluang pada guru non-pns tetapi jurusan telah ditetapkan sebagian besar guru
agama dan dua mata pelajaran umum seperti Matematika dan Bahasa Inggris
saja. Kegiatan PPG juga belum masif dilakukan sehingga banyak guru honorer yang
kesulitan untuk mendapatkan sertifikat pendidik, padahal sertifikat pendidik
dibutuhkan untuk mengikuti berbagai kegiatan yang diselanggarakan oleh pusat
dan sebagai syarat menerima sertifikasi yang nominalnya lebih manusiawi yang
bisa didapatkan guru honorer. Pilihan lain mengikuti PPG mandiri dengan biaya
yang jelas tidak sanggup dibayar dari gaji sebagai guru honorer.
Guru honorer merupakan salah satu aset dalam dunia pendidikan,
memberikan kesempatan berkembang menjadi cara tepat yang harus dilakukan.
Apabila diberikan hak yang layak dan diberikan berbagai kesempatan, mereka akan
mampu menjadi pribadi baru, seorang pembelajar, semakin matang dan bertanggung
jawab atas tugas-tugasnya. Dengan hak finansial yang layak juga guru honorer
mampu mengikuti berbagai seminar nasional dan internasional, mempelajari
berbagai keterampilan baru dan membeli berbagai buku untuk menambah wawasan dan
mengembangkan cara belajarnya di kelas. Guru akan fokus dalam pengembangan
diri, mengikuti perubahan zaman dan selalu terbarukan dalam gagasan dan
performa mengajar. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa-siswi mampu
bersaing di masa depan sesuai tujuan pendidikan Indonesia.
Pada akhirnya pendidikan sebagai wadah perkembangan siswa-siswi menemukan diri dan memilih hidupnya masing-masing. Guru yang terus mengembangkan diri akan mampu membimbing mereka sampai di tempat yang seharusnya mereka berada. Hal yang harus dibenahi bersama yaitu sistem pendidikan dan kualitas guru. Karena tantangan zaman saat ini bukan siapa yang paling pintar secara kognitif saja tetapi siapa yang memiliki keterampilan berdasarkan minatnya dan dapat menghasilkan untuk bekal hidup mandiri. Mereka yang bekerja pada hal yang disenangi akan bekerja dengan totalitas dan memiliki tekad untuk terus berkembang. Inilah jawaban untuk bonus demografi Indonesia yang sedang dan akan berjalan beberapa tahun ke depan yaitu diisi oleh pemuda yang produktif yang berkontribusi pada pertumbuhan negara.
Sebelum bulan kemerdekaan, Agustus, ini berakhir, rasanya masih relevan untuk membicarakan tentang arti kemerdekaan. Bagi guru honorer kemerdekaan yaitu diberikan hak yang layak dan mampu mengembangkan diri. Kami ingin keluar dari tekanan-tekanan yang melemahkan dan menyempitkan kami dan tidak membuat kami berkembang. Karena kami guru honorer yang sering diplesetkan menjadi guru “horor-er” betapa tidak kami terus dibayangi dengan berbagai ketakutan kehilangan jiwa sebagai pengajar karena tidak memiliki fokus mengajar dan mengembangkan diri. Waktu kami habis untuk mencari uang tambahan sebagai cara bertahan hidup.