DOA ORANG SIBUK YANG 24 JAM SEHARI BERKANTOR DI PONSELNYA
Tuhan, ponsel saya
rusak dibanting gempa.
Nomor-nomor kontak saya hilang semua.
Satu-satunya yang tersisa
ialah nomorMu.
Tuhan berkata:
Dan itulah satu-satunya nomor
yang tak pernah kausapa.
(2018)
1. Tema: Puisi ini membahas hubungan manusia dengan teknologi, khususnya ponsel, dan bagaimana keadaan darurat atau kejadian yang tak terduga dapat mengubah prioritas dan perspektif hidup seseorang. Puisi ini juga mengeksplorasi hubungan spiritual dengan Tuhan.
2. Rasa: Puisi ini menciptakan rasa kehilangan dan kebingungan akibat kerusakan ponsel yang menyebabkan hilangnya nomor-nomor kontak. Ada nuansa ketidakpastian dan kekosongan emosional. Namun, ada juga sentuhan keintiman dalam realisasi bahwa satu-satunya nomor yang tersisa adalah nomor Tuhan.
3. Nada: Nada puisi ini cenderung introspektif dan merenung. Meskipun ada rasa kehilangan dan kebingungan, ada juga ketenangan dalam menghadapi situasi tersebut. Nada puisi ini dapat dianggap sebagai kombinasi antara ketidakpastian dan kepercayaan spiritual.
4. Amanat: Amanat dari puisi ini mungkin berfokus pada refleksi terhadap ketergantungan kita pada teknologi dan kehidupan yang penuh kesibukan. Puisi ini juga dapat mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan mereka dengan spiritualitas dan Tuhan di tengah-tengah kehidupan yang serba sibuk.
5. Gaya Bahasa: Puisi ini menggunakan bahasa sederhana dan lugas. Gaya bahasa yang digunakan terasa konkret dan tidak rumit. Pilihan kata-kata yang digunakan menciptakan citra yang kuat dan mudah dipahami.
Dalam puisi "DOA ORANG SIBUK YANG 24 JAM SEHARI BERKANTOR DI PONSELNYA," terdapat penggunaan majas sebagai salah satu elemen gaya bahasa yang memperkaya ungkapan. Majas yang digunakan antara lain adalah:
a. Personifikasi: Dalam baris "Tuhan, ponsel saya rusak dibanting gempa," terdapat personifikasi pada ponsel yang diberi atribut manusia yaitu "rusak dibanting gempa." Dengan memberikan sifat-sifat manusia pada objek non-hidup (ponsel), penyair menciptakan gambaran dramatis dan kuat tentang kerusakan yang dialami ponsel.
b. Hiperbola: Penggunaan hiperbola terdapat pada baris "DOA ORANG SIBUK YANG 24 JAM SEHARI BERKANTOR DI PONSELNYA," di mana seseorang disebutkan berada di kantor di dalam ponsel selama 24 jam sehari. Ini merupakan penyajian yang berlebihan (hiperbola) untuk menekankan tingkat kesibukan dan ketergantungan pada teknologi.
c. Simile (Perbandingan Berupa Perumpamaan): Penggunaan simile tidak secara langsung, tetapi ada perbandingan tersirat dalam baris "Dan itulah satu-satunya nomor yang tak pernah kausapa." Penyair menggambarkan bahwa nomor Tuhan bagaikan nomor yang tidak pernah dihubungi, memberikan nuansa ironi dan refleksi tentang hubungan spiritual.
6. Rima: Puisi ini tidak memiliki skema rima yang konsisten. Struktur bebasnya memberikan kebebasan ekspresi dan menonjolkan pesan yang ingin disampaikan.
7. Imaji: Imaji dalam puisi ini menciptakan gambaran tentang kerusakan ponsel akibat gempa dan kehilangan nomor-nomor kontak. Puisi ini juga menciptakan gambaran tentang satu-satunya nomor yang tersisa, yaitu nomor Tuhan, memberikan dimensi spiritual pada imaji tersebut.
Imaji Visual:
"Ponsel saya rusak dibanting gempa": Citra visual ini membawa gambaran tentang ponsel yang rusak akibat gempa. Pembaca dapat membayangkan kerusakan fisik pada ponsel, mungkin retak atau pecah.
"Nomor-nomor kontak saya hilang semua": Imaji visual ini menciptakan gambaran tentang daftar kontak yang kosong, dengan nomor-nomor yang hilang secara keseluruhan.uisi ini menarik karena berhasil menggambarkan perasaan kehilangan secara fisik dan emosional, sambil menyelipkan dimensi spiritual yang memberikan makna lebih dalam pada keseluruhan kisah.
Imaji Perasaan(Gustatori):
"Nomor-nomor kontak saya hilang semua": Imaji ini menciptakan perasaan kehilangan dan kekosongan emosional akibat hilangnya nomor-nomor kontak. Pembaca dapat merasakan perasaan kesepian dan kebingungan.
Simpulan
Dalam puisi "DOA ORANG SIBUK YANG 24 JAM SEHARI BERKANTOR DI PONSELNYA," penyair menggunakan imaji-imaji visual, dan perasaan untuk menggambarkan kerusakan ponsel akibat gempa, kehilangan nomor-nomor kontak yang menciptakan kekosongan emosional, serta nomor Tuhan yang tersisa sebagai representasi keterhubungan spiritual yang terabaikan. Puisi ini merangkum kompleksitas kehidupan modern, ketergantungan pada teknologi, dan dampaknya terhadap hubungan sosial dan spiritual, dengan menggunakan bahasa yang kreatif dan gaya bahasa seperti personifikasi dan hiperbola untuk memperkuat ekspresi dari pengalaman yang digambarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar