Rabu, 18 Oktober 2023

Memahami Fakta dan Opini

Pengertian, Ciri, dan Identifikasi Fakta dan Opini

I. Pengertian:

- Fakta:
  - Definisi: Informasi yang dapat diverifikasi kebenarannya.
  - Contoh: Angka statistik, tanggal kejadian sejarah.

- Opini:
  - Definisi: Pendapat subjektif seseorang yang tidak bisa diukur kebenarannya secara objektif.
  - Contoh: "Film ini bagus," "Menurut saya..."

II. Ciri-ciri:

- Fakta:
  1. Objektif: Berdasarkan kebenaran yang dapat diuji.
  2. Universal: Berlaku secara umum.
  3. Stabil: Informasi yang tidak berubah seiring waktu.

*Selain itu
Ciri-ciri Fakta:

1. Dapat dibuktikan kebenarannya.

2. Berisi data-data yang sifatnya kuantitatif (berupa angka) dan kualitatif (berupa pernyataan).

3. Mempunyai data yang akurat baik waktu, tanggal, tempat, dan peristiwanya.

4. Dikumpulkan dari nara sumber yang tepercaya.

5. Bersifat obyektif, yakni data yang sebenarnya, bukan dibuat-buat dan dilengkapi dengan gambar objek.

6. Biasanya dapat menjawab rumus pertanyaan 5W+1H.

7. Menyatakan kejadian yang sedang atau telah dan pernah terjadi.

8. Informasi berasal dari kejadian yang sebenarnya.

 

Ciri-ciri fakta dalam Kalimat

Memiliki Data Akurat
Dalam kalimat fakta, terdapat data yang jelas dalam suatu peristiwa. Di dalam kalimat, data tersebut dapat berupa bilangan statistik, tanggal, dan waktu kejadian, maupun hal lain yang telah terverifikasi.

Bersifat Objektif
Adapun yang dimaksud objektif dalam kalimat fakta adalah pernyataan yang terdapat di dalamnya bersifat umum dan telah diakui kebenarannya oleh banyak pihak, khususnya oleh badan atau lembaga resmi.

Benar-benar Terjadi
Sebuah kalimat dapat dianggap sebagai fakta jika pernyataan di dalamnya memaparkan situasi yang benar-benar terjadi. Benar-benar terjadi berarti seseorang bisa melihatnya dengan mata kepala sendiri atau mendengar laporan beritanya dari orang yang berwenang.

- Opini:
  1. Subjektif: Tergantung pada sudut pandang individu.
  2. Bisa Berbeda: Pendapat yang dapat berbeda antar individu.
  3. Pengaruh Emosi: Terkadang dipengaruhi oleh perasaan pribadi.

*Selain itu

Ciri-ciri Opini:

1. Tidak dapat dibuktikan kebenarannya.

2. Bersifat subjektif dan biasanya disertai dengan pendapat, saran, dan uraian yang menjelaskan.

3. Tidak memiliki narasumber.

4. Berisi pendapat tentang peristiwa yang terjadi.

5. Menunjukkan peristiwa yang belum pasti terjadi atau terjadi di kemudian hari.

6. Merupakan pikiran atau pendapat seseorang maupun kelompok.

7. Informasi yang disampaikan belum ada pembuktiannya.

8. Biasanya ditandai dengan penggunaan kata-kata: bisa jadi, sepertinya, mungkin, seharusnya, sebaiknya.

 

Ciri-ciri Opini dalam Kalimat

  • Mengandung Pendapat Pribadi

Dalam kalimat opini banyak berisi pendapat dari diri sendiri atau dari orang lain. Dalam beberapa kasus, pada kalimat opini ditemukan pernyataan dari orang yang sudah terkenal sehingga terkesan sebagai fakta. Padahal, perkataan orang itu juga masih sebatas pendapat yang belum bisa dibuktikan kebenarannya.

  • Bersifat subjektif

Ciri kedua dari kalimat opini adalah pernyataan yang dipaparkan dalam kalimat cenderung subjektif. Artinya, hal-hal yang dikemukakan hanya menurut satu di antara pihak sehingga tidak bisa dikatakan netral.

  • Memiliki Kata Bersifat Relatif

Pada kalimat opini, seseorang akan cenderung menemukan kata yang bersifat relatif. Adapun yang dimaksud relatif di sini ialah kata atau frasa tersebut cenderung bisa berubah tergantung siapa yang mengucapkannya. Kata yang termasuk relatif: di antaranya, paling, lebih, agak, ataupun biasanya.


III. Cara Mengidentifikasi:

- Fakta:
  1. Verifikasi: Periksa kebenarannya melalui sumber terpercaya.
  2. Objektivitas: Pastikan informasi bersifat objektif.

- Opini:
  1. Subjektivitas: Cari tanda-tanda ungkapan pribadi.
  2. Variabilitas: Apakah pernyataan dapat bervariasi antar individu.

IV. Contoh:

- Fakta:
  1. Populasi Jakarta pada tahun 2021 adalah 10 juta.
  2. Bulan Juli memiliki 31 hari.

- Opini:
  1. "Rasa kopi ini sangat enak."
  2. "Menurut saya, musik klasik lebih baik daripada musik pop."

Catatan: Penggunaan kritis terhadap sumber informasi sangat penting dalam memastikan kebenaran fakta.

Sabtu, 14 Oktober 2023

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK MENGANALIS TEKS BERITA

 

Rapor Pendidikan Indonesia 2023: Kemampuan Literasi Siswa di Kategori Sedang, SMA Sederajat Alami Penurunan

Muhammad Ashari

- 26 September 2023, 09:18 WIB


PIKIRAN RAKYAT - Kemampuan literasi siswa berdasarkan Rapor Pendidikan 2023 berada dalam kategori sedang. Jenjang SMA sederajat tercatat sebagai satu-satunya jenjang yang mengalami penurunan dalam indikator kemampuan literasi.

Rapor Pendidikan 2023 mendefinisikan kategori sedang sebagai kondisi sebanyak 40-70 persen siswa mencapai kompetensi minimum literasi.

Berdasarkan Rapor Pendidikan 2023, setiap jenjang pada dasarnya tidak ada yang melampaui 70 persen. Untuk jenjang SD sederajat, sebanyak 61,53 persen siswa mencapai kompetensi minimum literasi. Persentasenya naik 8,11 persen dari penilaian sebelumnya yang sebesar 53,42 persen.

Sementara jenjang SMP sederajat, tercatat sebanyak 59 persen siswa mencapai kompetensi minimum literasi. Persentase itu naik 7,63 persen dari penilaian sebelumnya, yakni 51,37 persen.

Kemudian jenjang SMA sederajat, tercatat murid yang memiliki kompetensi minimum literasi hanya 49,26 persen. Persentase itu turun 4,59 persen dibandingkan penilaian sebelumnya, yakni 53,85 persen.

Sumber data Rapor Pendidikan 2023 berasal dari penilaian tahun 2022, utamanya dari data hasil Asesmen Nasional. Selain hasil AN, sumber data juga berasal dari Data Pokok Pendidikan (Dapodik), sistem pendataan pendidikan yang dikelola Kementerian Agama (EMIS), Badan Pusat Statistik (BPS), aplikasi untuk guru dan tenaga kependidikan (seperti PMM, ARKAS, dan SIMPKB), Badan Akreditasi Nasional (BAN) serta Tracer Study (khusus data jenjang SMK).

Adapun 11 indikator lain yang ada di Rapor Pendidikan 2023 adalah pengukuran kompetensi dasar literasi-numerasi dan tumbuh kembang karakter, kualitas pembelajaran, iklim keamanan, kebhinnekaan, dan inklusivitas, penyerapan lulusan SMK & kemitraan dan keselarasan dengan dunia kerja, persentase PAUD terakreditasi minimal B, serta Angka Partisipasi Sekolah (APS).

Keterampilan baca-tulis

Kemdikbudristek membagi pengertian literasi dalam dua bagian. Pertama adalah literasi awal, yakni keterampilan membaca dan menulis.

Lalu, kedua, literasi lanjut, yakni keterampilan membaca yang tidak hanya makna tersurat, tapi juga tersirat sekaligus tersorot. Literasi tingkat lanjut mensyaratkan pengetahuan lain di luar bacaan yang bisa diperoleh melalui menyimak, pengalaman pribadi, diskusi dengan individu lain, maupun penelitian.

Adapun dalam hal kemampuan menulis dalam tahap literasi lanjut, penulis dianggap harus bisa menuangkan gagasan dalam tulisan dengan melibatkan pengetahuan lintas bidang dan lintas keilmuan. Hal tersebut sekaligus membuat literasi lanjut dianggap sebagai satu kesatuan kegiatan pemaduan pengetahuan, konstruksi keilmuan dan pengalaman lintas bidang.

Kemendikbudristek sendiri telah meluncurkan Merdeka Belajar Episode-23, sebuah program yang menyediakan buku bacaan untuk peningkatan literasi. Tercatat sebanyak 15,3 juta eksemplar didistribusikan kepada lebih dari 6.000 PAUD, 14.000 SD, di sekira 470 kabupaten/kota.

Spesialis Literasi di Article 33, Sofie Dewayani, mengatakan, minat baca itu tumbuh natural dalam lingkungan keluarga sedini mungkin. Namun sayangnya, sebagian besar anak-anak di Indonesia tidak tumbuh di keluarga yang memiliki kebiasaan dalam membaca karena keterbatasan akses kepada buku maupun karena faktor lainnya.

Oleh sebab itu, menurutnya, guru, kepala sekolah, tenaga pendidik literasi, harus berupaya dalam penumbuhan minat baca kepada anak-anak yang sudah agak terlambat mengenal buku.

"Guru-guru harus merencanakan kegiatan apa yang akan dilakukan agar siswa memiliki ketertarikan terhadap buku, seperti memilih buku yang tepat, menceritakan sinopsis kepada siswa dan berdiskusi mengenai suatu buku,” katanya dalam keterangan pers.***

SUMBER : https://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/pr-017168357/rapor-pendidikan-indonesia-2023-kemampuan-literasi-siswa-di-kategori-sedang-sma-sederajat-alami-penurunan?page=2

Bacalah teks di atas untuk menjawab pertanyaan!

Analisis Konten 

1. Jelaskan alasan  teks di atas termasuk berita?

2. Tujuan Teks berita di atas adalah...

3. Analisis Struktural

Analisis struktur Teks Berita di atas!

Lead: (kutipan)

Body: (kutipan)

Ekor: (kutipan)

4. Analisilah kaidah kebahasaan Teks Berita di atas!

a. Kalimat langsung dan tidak langsung

b. Verba pewarta

c. Kata Baku

d. Konjungsi Temporal

5. Tuliskan Opini dan Fakta yang terdapat dalam teks tersebut! 



 

Rabu, 11 Oktober 2023

Fakta dan Opini: Menyelami Perbedaan Mendasar

Fakta:

Fakta adalah informasi yang dapat diverifikasi dan diukur. Mereka bersifat objektif dan independen dari sudut pandang pribadi. Contoh fakta termasuk data statistik, peristiwa sejarah yang tercatat, dan hasil penelitian ilmiah. Fakta memberikan dasar yang kuat untuk pembentukan pemahaman yang akurat dan umumnya diterima sebagai kebenaran tanpa interpretasi yang berlebihan.


Opini:

Opini adalah pandangan atau penilaian pribadi seseorang terhadap suatu hal. Ini bersifat subjektif dan dapat bervariasi antarindividu. Opini cenderung mencerminkan sudut pandang, nilai-nilai, atau keyakinan pribadi. Mereka tidak dapat diukur atau diverifikasi secara obyektif karena berakar dalam persepsi individu. Opini seringkali muncul dalam bentuk ungkapan perasaan, kepercayaan, atau preferensi.


Identifikasi Fakta dan Opini Teks Berikut! 

Bersama Menghentikan “Bullying”, Demi Masa Depan Cerah Generasi Penerus Bangsa

Oleh : Refy Gabriella Vanesa, SPsi *

Pengantar

Fenomena bullying (perundungan/penindasan) terhadap anak-anak di Tanah Air kita ini masih menjadi salah satu masalah yang belum bisa diatasi hingga tuntas. Hal tersebut ditandai dengan masih banyaknya kasus-kasus bullying di Indonesia. Berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus bullying di Indonesia hingga medio Juli ini mencapai 1.150 kasus.

Sebanyak 12 kasus bullying tersebut terjadi tahun ini. Kasus bullying tersebut umumnya terjadi di sekolah dasar (SD) dan sering terjadi juga di tingkat Selokah Menengah Pertama (SMP). Bahkan menurut KPAI, Indonesia masuk peringkat kelima dari negara 78 negara yang mengalami banyak kasus bullying.

Dampak kasus bullying terhadap masa depan generasi muda Indonesia sangat berat. Perundungan sangat merusak psikis anak dan bisa membenamkan kualitas generasi penerus bangsa. Jika tidak ada langkah nyata yang terpadu mencegah dan menanggulangi perundungan anak, generasi muda penerus estafet kepemimpinan dan pembangunan bangsa kita bisa kehilangan kualitas dan daya saing memasuki satu abad Indonesia tahun 2045.

Membuat Pilu

Maraknya kasus bullying anak di Indonesia hingga kini benar-benar memantik keprihatinan mendalam. Apalagi kita baru saja memperingati Hari Anak Nasional 23 Juli 2023. Kondisi ini juga mengirimkan pesan kepada publik bahwa perlindungan terhadap perundungan anak di Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

Kasus bullying tidak hanya terjadi di lingkungan rumah dan kantor, namun juga sering terjadi di lingkungan pendidikan seperti sekolah dan universitas. Hal tersebut juga menjadi gambaran bahwa bullying dapat terjadi kepada siapa saja, terutama pada anak-anak hingga remaja.

Baru-baru ini kasus bullying membuat hati pilu dan gerah. Seorang siswa SD di Banyuwangi ditemukan mengakhiri hidupnya dengan cara menggantung diri di rumah karena merasa tidak kuat menahan bully (penindasan) yang dilakukan oleh teman sebayanya hanya karena ia tidak mempunyai ayah.

Ada juga beredar juga video yang diunggah di media sosial (YouTube) saat seorang siswi SD di Kota Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) yang tidak berdaya menerima kekerasan fisik dari teman-temannya. Tampak di video tersebut beberapa siswi yang seolah menikmati aksi mereka menyiksa rekan mereka. Mereka tertawa – tawa dengan bangga menghadap kamera setelah melakukan atau menyaksikan pemukulan kepada korban.

Kasus lain, siswa SMP di Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah yang nekad melakukan pembakaran sekolahnya lantaran ia sudah enam bulan di-bully seperti dikeroyok oleh kakak kelas dan teman satu kelas. Dia juga menerima perlakuan tidak menyenangkan dari oknum oknum guru yang seharusnya memberikan perlindungan di sekolah. Hal itu menaruh luka di hati siswanya.

Anggar Kekuasaan

Perilaku bullying merupakan sebuah situasi dimana telah terjadi penyalahgunaan kekuatan atau anggar kekuasaan yang dilakukan seseorang ataupun sekelompok orangterhadao orang lain. (Sejiwa, 2008:2). Bullying dilakukan secara terus-menerus oleh pihak-pihak yang merasa dirinya lebih kuat dengan tujuan membuat korban menderita serta tidak berdaya. Biasanya pelaku bullying berdalih bahwa yang mereka lakukan hanyalah sebuah candaan belaka.

Menurut Psikolog Andrew Mellor, ada beberapa jenis bullying yang sering terjadi. Pertama, tindakan fisik. Ini merupakan jenis bullying yang melibatkan kontak fisik antara pelaku dan korban. Misalnya memukul, menendang, meludahi, mendorong, memaksa korban melakukan ativitas fisik tertentu, merusak barang milik korban dan tindakan lainnya. Bullying fisik dapat langsung terlihat dan disadari oleh lingkungan sekitar.

Kedua, tindakan verbal. Ini merupakan sebuah tindakan bullying yang sulit diamati karena melibatkan bahasa verbal yang menyakiti hati seseorang. Misalnya mengejek, memberi nama julukan yang tidak pantas, memfitnah, melecehkan melalui pernyataan seksual, meneror dan lain-lain.

Ketiga, relasional. Ini merupakan tindakan bullying yang sulit ditangkap oleh mata dan telinga. Misalnya memandang seseorang sinis/penuh ancaman, mengucilkan seseorang, mendiamkan dan mengakhiri hubungan tanpa alasan dan sebagainya. Biasanya hal ini terjadi karena munculnya situasi di mana kelompok tertentu berseberangan dengan kelompok ataupun individu lain.

Keempat, elektronik/cyberbullying. Gejala ini merupakan perilaku bullying yang dilakukan melalui media elektronik seperti komputer, handphone (telepon genggam), internet, website (portal media), chatting room (ruang komunikasi online), email (surat elektronik), pesan pendek (short message sent/sms) dan sebagainya. Biasanya kebanyakan pelaku cyberbullying bersembunyi di balik alasan “hanya sekedar opini”.

Pengaduan

Berdasarkan Pusat Data dan Informasi, hingga 31 Maret 2023, KPAI telah menerima 64 pengaduan kasus bullying. Kasus bullying tersebut terdiri dari kekerasan terhadap anak pada satuan pendidikan, yakni meliputi kekerasan fisik, bullying, kekerasan seksual, korban diskriminasi kebijakan satuan pendidikan, hingga kebijakan pemerintah daerah yang tidak memperhatikan prinsip hak partisipasi anak.

Hal ini perlu mendapat perhatian dan harus kita sikapi bersama demi melindungi, mengurangi dan menghentikan perilaku bullying yang kerap diterima maupun dilakukan oleh anak-anak yang merupakan penerus bangsa. Bullying ini harus dihentikan karena dampaknya sangat beragam, salah satunya ialah dampak psikologis.

Biasanya para korban bullying merasa bingung, tidak berdaya, malu, putus asa dan takut untuk mengungkapkan hal yang terjadi pada diri mereka. Akhirnya para korban memilih untuk diam dan menyimpan sendiri pengalaman tidak menyenangkan tersebut. Para korban cenderung merasa bingung bagaimana cara untuk mengungkapkan perundungan yang terjadi karena tidak memiliki bukti.

Kemuidian korban bullying juga kerap berpikir tidak ada orang yang peduli akan apa yang mereka alami. Atau merasa tidak ada yang bisa menolong untuk menghentikan perundungan tersebut. Mereka takut jika mereka melaporkan situasi yang terjadi, pelaku bullying akan melakukan hal yang lebih menyeramkan di kemudian hari.

Anak-anak yang menjadi korban bullying akan cenderung sulit berinteraksi dengan orang lain, menurunnya prestasi, kehilangan kepercayaan diri dan kesehatan mental yang terganggu. Misalnya memiliki gangguan kecemasan, gangguan tidur, gangguan emosi, trauma, keinginan untuk membalas dendam dan depresi.

Korban bullying juga dan kerap memiliki keinginan melakukan tindakan yang menyakiti diri mereka sendiri (self harm) hingga ada yang nekad mengakhiri hidup (suicidal thought/attempt) seperti kasus-kasus yang telah terjadi.

Sementara anak-anak yang menjadi pelaku bullying akan terperangkap dalam peran yang ia “nikmati dan senangi”. Mereka tidak dapat mengembangkan hubungan yang sehat dan tidak memiliki empati. Mereka beranggapan bahwa mereka disukai dan disegani. Bahkan mereka sering berpikir bahwa mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan.

Jika kita terus menutup mata dan telinga terkait hal ini, maka sifat pelaku bullying tersebut dapat menimbulkan kenakalan-kenalakan lain di masa yang akan datang. Maka, langkah preventif harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan perilaku bullying ini.

Langkah Pencegahan

Melihat begitu besarnya dampak negatif bullying, baik terhadap korban maupun pelakunya, maka fenomena bullying harus mendapatkan perhatian dan penangana serius dari pihak terkait. Untuk menghentikan bullying dibutuhkan kolaborasi, inisiasi dan peran orang dewasa (orang tua, guru, pengasuh dan pihak lain) mencegah terjadinya bullying di sekolah maupun di rumah.

Kemudian perlu juga dilakukan edukasi (pemberian pengetahuan) kepada anak-anak sedari dini terkait perilaku bullying yang disesuaikan dengan rentang usia. Hal ini penting agar agar anak mengetahui dampak yang akan terjadi apabila mereka melakukan perbuatan bullying. Anak-anak juga perlu diberikan edukasi terkait apa yang harus dilakukan jika menjadi korban bullying.

Edukasi bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya melakukan kunjungan ke sekolah oleh pihak-pihak yang memiliki wewenang. Kemudian membuat poster terkait bahaya perilaku bullying. Selanjutnya pihak orang tua juga perlu memberikan pendampingan saat anak-anak menyaksikan acara yang memperlihatkan perilaku-perilaku kekerasan yang kemungkinan akan mereka contoh di kehidupan.

Selain itu, guru dan orang tua perlu belajar memberikan validasi emosi, simpati dan empati kepada anak-anak yang menjadi korban bullying. Hal itu penting agar mereka merasa aman dan nyaman untuk bercerita tentang kegiatan yang mereka lakukan setiap harinya.

Terkadang, karena kelelahan akibat aktivitas di kantor yang padat atau banyaknya jumlah murid di sekolah (khususnya bagi para guru), kita kurang aware (menyadari) perilaku anak yang berubah. Kita menjadi sulit meluangkan waktu untuk sekedar bertanya dan mendengarkan cerita anak.

Guru dan orang tua harus belajar untuk menjadi “telinga” bagi anak-anak. Hal itu dapat dilakukan dengan mendengarkan keluh kesah anak tanpa memotong pembicaraan. Tidak menilai dan menghakimi dari sudut pandang orang dewasa. Serta yang paling penting adalah berusaha “hadir dan menyimak” saat mereka mengungkapkan apa yang dirasa.

Orang tua atau guru juga perlu melakukan eye contact (kontak mata) selama proses diskusi berlangsung, memberikan sentuhan hangat kepada anak serta merespon cerita mereka dengan antusias (apapun ceritanya). Hal ini menumbuhkan keyakinan pada diri anak bahwa ia memiliki support system (dukungan) yang akan selalu ada untuk mereka.

Terakhir, pemberian sanksi dan aturan yang tegas, adil, dan bijak mengenai tindakan bullying di lingkungan sekolah perlu digaungkan dan dilakukan dengan tegas. Hal tersebut perlu guna menimbulkan efek jera (shock therapy) bagi para pelaku. Hal itu diharapkan dapat menguubah pola pikir dan tingkah laku mereka menjadi lebih baik.

Jika kerja sama seluruh pihak (orang tua, keluarga, sekolah, lingkungan dan pemerintah) bisa dijalin dengan baik memberikan perlindungan kepada anak, termasuk pencegahan bullying, penulis optimis kita dapat mewujudkan Anak Indonesia Generasi Emas Tahun 2045. Menciptakan generasi yang cerdas, sehat, unggul, berkarakter dan dalam suka cita yang bersendikan pada nilai-nilai moral yang kuat tentunya menjadi cita-cita kita semua.

Karena itu mari bersama-sama mewujudkan lingkungan yang aman dan nyaman untuk anak. Mari kita hentikan/hindari kekerasan pada anak. Perlidungan anak dari bullying dan tindak kekerasan lain juga kita harapkan bisa membuat anak-anak Indonesia lebih berani memperjuangkan dan menyuarakan hak-hak mereka di masa mendatang. Anak Terlindungi, Indonesia Maju.***

• Penulis adalah Staf Sub Bagian Komunikasi Pimpinan Biro Administrasi Pimpinan Sekretariat Daerah Provinsi Jambi, lulusan Sarjana Psikologi.


summber: https://medialintassumatera.net/2023/07/29/opini-bersama-menghentikan-bullying-demi-masa-depan-cerah-generasi-penerus-bangsa/